Rm. Bonifasius Dwi Yuniarto Nugroho, Pr



PANGGILAN SAYA PERSONAL DAN MELIBATKAN BANYAK ORANG

"Jadi pastor itu enak ya, diantar jemput, makan enak terus". Inilah alasan Boni kecil ketika itu hingga mantap mendaftarkan diri di Seminari Menengah Mertoyudan selepas SMA tahun 2003. Namun tak disangka motivasi yang yang sangat lahiriah itu mengantarkan pastor Boni menjalani imamat sampe sekarang.

Selama kurun waktu perjalanan formatio sejak di Seminari Menengah Mertoyudan selama setahun (KPA) lalu masa Tahun Orientasi Rohani di Jangli Semarang hingga ke Seminari Tinggi St. Paulus Kentungan, motivasi yang sederhana tadi diolah dan diarahkan menjadi lebih baik. Maka dalam perjalanan studi Rm. Boni pernah mengalami masa situasi yang kering dan keraguanpun menghinggapinya. Menjalani kehidupan sebagai Imam ternyata tidak sesederhana yang ia bayangkan."Kalo nanti jadi romo sanggup nggak ya dengan rutinitas seperti itu?", cetus pastor dari Paroki Maria Assumpta Klaten ini.

Beruntunglah setiap hari dalam perjumpaannya dengan teman-teman seangkatan maupun dengan romo-romo lain, pastor yang lahir 14 Juni 1985 ini dibawa dalam sebuah kesadaran baru bahwa bahwa panggilan hidup selalu mempunyai konsekuensi atas pilihan yang diambil. Mau jadi pastor atau berkeluarga sama saja, semua punya konsekuensi.

Keterlibatan Banyak orang
Dukungan dari kedua orangnya yakni Ign. Sarno dan Ch. Partiwi Estuningsih juga sangat berarti baginya. Pernah suatu kali ketika dalam masa kering, Rm. Boni berpikir, 'seandainya nanti saya putuskan untuk mundur sebagai frater, apakah masih diterima sebagai anak?'. Ada semacam ketakutan dan beban seandainya mengecewakan orang tuanya. Namun jawaban kedua orang tuanya sungguh menyejukkan, 'bagaimanapun kamu tetap anak kami. silahkan milih dengan bebas masa depan kamu'. Dari jawaban inilah justru membuat anak kedua dari tiga bersaudara ini semakin dikuatkan hingga kini.

Rm. Boni bersyukur selama proses perjalanan imamat dari masa formatio sampe sekarang, Tuhan begitu baik menyertai-Nya. Kehadiran-Nya dirasakan melalui berbagai cara yang ditunjukkan dalam proses pendampingan ini. "Maka panggilan saya adalah personal dan melibatkan banyak orang, bukan semata pencapaian saya saja", tegas pastor yang ditahbiskan pada 7 Oktober 2013 di Kentungan.

Adaptasi dan Obsevasi
Sebelum bertugas di paroki Danan, Rm. Boni menjadi Vikaris Parokial di Gereja St. Yohanes Rasul Pringwulung, DIY (3,5 th). Namun selama bertugas di paroki Pringwulung, Uskup menugaskannya studi S2 di Fakultas Seni Pertunjukan dan Seni Rupa UGM. Usai studi, tugas perutusan selanjutnya sebagai vikaris parokial di Paroki Kristus Raja Baciro, DIY (1,5 th) sekaligus membantu mengajar di Fakultas Teologi Wedhabakti dan akhirnya dipindah di paroki Danan per 1 juli 2019.

Bertugas di tempat yang baru, di kevikepan yang baru, dan penggembalaan yang baru (Jesuit ke diosesan), adalah sebuah tantangan yang besar. "Karena saya dan Rm. Nunung adalah romo diosesan pertama yang memulai karya di Danan", kata Rm. Boni. Untuk itu ia masih adaptasi, observasi dan melihat situasi yang ada. Selanjutnya bersama dengan umat akan meningkatkan  kesadaran hidup berparoki di tengah konteks jemaat setempat dan tentu melihat sejarah yang dulu pernah dirintis dan digembalakan oleh para romo jesuit.

Harapan romo yang hobby bersepeda ini, gereja semakin mandiri, sejalan dengan arah dan gerak Keuskupan, mampu menjawab tantangan jaman dan tidak ketinggalan dengan paroki lain.  Maka dalam penggembalaanya nanti Romo Boni  tetap berpijak dari tiga tata kelola menurut Keuskupan Agung Semarang yakni tata kelola penggembalaan, administrasi dan harta benda. Selain itu bersama seluruh umat berupaya menghadirkan gereja secara signifikan, relevan dan kredibel sehingga wajah Allah semakin dirasakan oleh banyak orang.

Henny Alit

0 Komentar