Jadi Romo Itu Perjuangan Tapi Gembira

Rm. Petrus Noegroho Agoeng Sriwidodo, Pr

Bagi siapa saja yang baru kenal dengan Rm. Petrus Noegroho Agoeng Sriwidodo, Pr, pasti akan memberi kesan seorang romo yang selalu kelihatan gembira, sederhana, santai namun tetap serius dalam bekerja.  Tak bisa dipungkiri bahwa latar belakang keluarga yang biasa hidup sederhana dan perjumpaannya dengan pastor parokinya waktu kecil yang dilihatnya sangat gigih berjuang melayani umat dengan segala kemampuan dan tenaga membentuk pribadi Romo Agoeng seperti sekarang. 


Semangat perjuangan para Romo ini sangat menyentuh hati waktu kecil hingga ingin menjadi seperti mereka. Meskipun berjuang tapi tetap gembira, inilah yang menjadi spiritualitasnya sampai sekarang hingga hampir menginjak 25 tahun imamat. Romo yang terlahir sebagai anak nomor 5 dari 6 bersaudara dari pasangan Ignatius Tukiman alm. dan Maria Sukastini alm., menghabiskan waktu studi dari TK hingga SMP di kota Klaten. Usai SMP Romo berasal dari paroki Santa Maria Assumpta Klaten ini meneruskan di Seminari Menengah Mertoyudan hingga ke Seminari Tinggi St. Paulus Kentungan Yogyakarta dan pada 5 Juli 1999 ditahbiskan menjadi Imam Diosesan KAS. 

Menghidupi
Perjuangan Romo Agoeng dimulai sejak masuk Seminari Menengah, yakni ketika menjalani cara belajar yang berbeda. Di seminari menengah dibatasi jamnya dan tentunya tidak mudah mengubah ritme belajar dan metode belajar seperti itu dan butuh perjuangan. Begitu pula ketika masuk Tahun Orientasi Rohani Di Jangli Semarang, banyak hal rohani yang digarap dan segala sesuatu di olah dan direnungkan. Hal yang tidak biasa dipikir jadi dipikir. Di kentungan lebih mudah karena waktu belajar diatur sendiri. 

Namun semua kembali pada komitmen panggilan. “Gusti Yesus itu menghidupi apa yg kita perjuangkan. Maka dalam situasi seperti itu ada kendala atau tidak, bukan masalah asal dihidupi maka akan menghidupi lagi yakni dengan cara kegiatan, studi dan doa”, kata Romo yang lahir pada 29 Oktober 1971 ini. 

Gayanya yang santai dan menikmati hidup, hingga setelah menjadi Imampun ia tidak muluk-muluk. Ditempatkan di manapun, Romo akan berkonsentrasi di situ, menikmati dan hidup bersama di tempat tugas tersebut tapi tetap serius. Baik ketika bertugas di Seminari Menengah Mertoyudan, paroki Karanganyar, Wates, Komisi Kepemudaan KAS dan Komsos KAS. 

Rm. Petrus Noegroho Agoeng Sriwidodo, Pr



Mampu dan Tekun
Ketika akan ditugaskan di Paroki Danan, Romo Agoeng Awalnya tidak tahu Danan seperti apa dan tidak pernah berusaha tahu. Tapi begitu datang langsung terjun dan bekerja bersama-sama dengan umat.
Menurut Romo Agoeng Paroki Danan masih dalam proses belajar terus menerus. Harapannya umat Paroki Danan ke depannya semakin pintar dengan kemampuannya. Sebenarnya umat Danan mampu-mampu tapi entah kenapa tidak muncul-muncul. Maka ia mengajak umat Danan bersama-sama memikirkan agar Paroki Danan lebih hidup. 

Selain mampu-mampu Romo juga melihat warga Danan punya ketekunan. Contohnya bisa mengolah tanah yang tidak subur menjadi lahan yang bisa menghidupi. Menurutnya ini sebuah keunggulan dan keistimewaan yang selama ini mungkin tidak disadari. Untuk itu Romo Agoeng mengajak umat lebih optimis bahwa umat Danan mampu menawarkan potensi yang dimiliki untuk dibagikan ke banyak orang sehingga menjadi berkat bagi hidupnya dan menghidupi banyak hal. “Terlebih lagi apabila ketekunan ini dikembangkan dan dihidupi, dikuatkan dalam spiritualitas semangat Yesus Kristus akan menjadi sebuah daya yang luar biasa”, tegasnya. 

Program khusus ke depan, Romo Agoeng mengikuti fokus KAS tahun 2024 yakni formatio iman berjenjang dan berkelanjutan. Tahun ini KAS mengajak budaya berkomunikasi  dalam keluarga. Ketika keluarga  kembali bertemu di rumah, sebaiknya saling bercerita tentang kehidupannya bahkan tentang imannya sehingga keluarga-keluarga semakin dikuatkan. Memberikan ruang kepada keluarga untuk saling bercerita, berbagi, meneguhkan satu sama lain hingga semakin berdaya. “Bukannya malah sibuk pegang HP sendiri-sendiri”, katanya sambil tertawa. 

Henny Alit

0 Komentar